Sabtu, 19 November 2011

Aivetsu; Chapter 1

Ini cerita buatanku tentang band girl... COPYRIGHT MISS STOR




--------------------------------------------------------------------------------




Aivetsu; Chapter 1




Siang itu, kebetulan sekali siang yang panas. Para siswa SMA dan SMP sedang nikmat menikmati jus atau sekedar hunting baju di toko-toko. Tentu saja, sekolah dipulangkan lebih cepat. Program—program menarik menawarkan promo untuk masuk ke klub itu. Anifer meminum sodanya dengan jenuh. Dia melirik ke samping, ada remaja SMA sedang membawa gitar di punggungnya. Dia kemudian duduk di sofa kafe itu, mengeluarkan gitar elektriknya. Dia memainkan lagu. Entah apa itu. Anifer terkesima. Tanpa sadar dia melangkah ke meja anak itu.
     “Halo?” Tanya Anifer. Anak itu menoleh. Dia tersenyum.
     “Anifer!” serunya. Anifer terkejut, anak itu segera memeluknya. Anifer sadar siapa dia. Ampun. Berpisah selama empat tahun membuatnya pangling. Kini dia harus menceritakan perkembangan permainannya pada anak ini. Pertemuan mereka, benar membuat pangling. Anak itu bernama Arifa. Arifa tersenyum. Anifer bisa bermain Bass, namun hanya sedikit. Arifa bisa bermain gitar. Keahliannya itu didapat dari temannya. Dia juga bisa bermain drum. Sungguh asyik bermain drum. Dan dia bisa sedikit bermain bass. Dan keyboard. Sungguh multi talenta.
     “Hei, Ar. Apa kabar? Oh, iya. Aku sudah bisa bermain bass dengan baik.” Sapa Anifer. Arifa mengangkat bahunya.
     “Bagus. Kepulanganmu dari Prancis membuahkan hasil.” Arifa menepuk bahu Anifer. Anifer tersenyum. Dia kemudian memesan teh panas pada pelayan. Menceritakan kisah hidupnya pada sahabatnya ini.
     “Aku di Prancis menderita. Tidak ada yang mau temen denganku, kecuali Migel. Migel baik, tapi dia sudah punya sahabat dan dia menjalin pertemanan denganku diam-diam, agar tidak diketahui sahabatnya dan mereka jadi musuhan. Wah, disana, BBku disita terus. Tidak ada koneksi internet. Maaf, Ar.” Cerita Anifer, tersenyum. “Dan, akhirnya ayahku selesai bekerja disana. Hm, cukup menderita, sih. Disana aku lumayan senang, tapi dirumah terus,” Arifa mengangguk. Dia tertawa.
     “Jadi, enak, ya? Haha… oh, ya. Aku mau bikin band, nih. Gimana? Kamu mau jadi bassist?” Tanya Arifa. “Aku tak yakin, aku mau gitaristnya jadi dua. Bagaimana? Sophie, dia bisa akustik, kalau diajar,” Anifer berpikir sebentar.
     “MIYYA!” seru Anifer keras. Tersenyum lebar pula. Dia menjabat tangan Arifa dengan kuat.  Mereka tertawa. Lalu, mereka jalan bersama keluar.




     Band, ya… aku sih, mau saja. Keyboard. Aku cuma bisa main itu,” Yvi menghempaskan diri di kelasnya. “Hah, kapan, nih latihan?”
     “Kebetulan pemain kelimanya sedang dipertimbangkan.” Arifa memutar bola mata. “Yah, sahabatku dulu mungkin bisa. Tapi, kalau kita ajari gitar, aku tidak mau tersaingi…” Yvi tertawa, menepuk bahu Arifa.
     “Tapi, kan kamu masih punya bass, dan yang lainnya! Haha, dasar! Tetapi tak apa pula, adik kecil!”





      “Wah, ada apa  ini? Aku disuruh gabung dengan grup band kalian?” Sophie bertanya. “Aku bisa menyanyi. Dan biola. Wah, senangnya. Ayo, bawa aku Ari!” seru Sophie tersenyum. Akira diam-diam melihat. Dia mengikuti mereka. Dan mereka sampai. Sophie lalu memegang biolanya. Lalu mereka mulai main lagi. Happy. Mereka main dengan riang. Akira manggut-manggut. Arifa melihatnya.
     “He, kenapa kau disini!?” Tanya Arifa sinis. Akira menelan ludah.
     “Aku hanya mau tahu. Coba, aku coba drum teman kalian,” Akira mencoba drum Miyya. Dia memainkan lagu Taimu. Semua orang terperangah kehebatan Akira ini. Miyya mengambil kendali. Dia memainan lagu bet me dengan semangat. Akira terperangah. Arifa ikut mengiringi Miyya. Dilanjutkan Sophie, dan Yvi. Suasana ramai. Mereka menikmati sekali memainkan lagu itu. Akira terpana. Dia lalu tersenyum nakal.
     “Aku akan memainkan lagu. Yang tahu lagunya, iringilah. Dan nyanyilah yang tahu. Kalau tidak nyanyi, kalian kalah,” Akira memainkan lagu. Tidak salah lagi, lagu  Cake. Arifa mengiringi Akira. Yvi juga. Sophie agakk ragu, tetapi dia mengiringi. Miyya, memakai drum lain ikut menggebuk.

Is in the midnight
Everybody going to sleep
I leave my phone there
Life is unfair
Oh, what should I do
I’m in the middle of my dreams
And say,

Just Dissapear…
From my dream
Oh I know
Get away!
There’s only you and me, no ‘SHE’
Just Dissapear! 

Intro berjalan. Karena tidak ada yang terlalu hafal, Arifa menyanyi. Lagunya cepat dan susah. Tetapi mereka have fun banget. Akira malah sudah berhenti main. Miyya masih main dengan semangat. Sophie juga. Iringan bass Anifer juga. Yvi juga. Dia main keyboard dengan senang. Arifa masih bernyanyi dan gitarnya terus dimainkaan.  Mereka sangat senang memainkan alat musik. Akira tersenyum. Dia kemudian memainkan drum lebih semangat, lalu di reffnya…
     Akira bernyanyi! Arifa terdiam sesaat, gitarnnya juga terdiam. Namun waktu Akira melihat matanya dan dia kian keras menggebuk drum, Arifa tersenyum dan memainkan gitarnya makin keras. Miyya juga. Dia tersenyum saja. Anifer semangat bermain bass.  

     Arifa tersenyum memainkan gitarnya. Dia menoleh pada Sophie. Sophie menurunkan stiknya, tersenyum. Miyya masih bermain. Yvi juga sudah berhenti. Miyya menggebuk simbal  dengan keras. Lalu dia berhenti. Mereka semua lalu duduk. Akira lalu tersenyum.
     “Bermain musik menyenangkan juga, ya.” Senyum Akira. “Aku boleh ikut?” jujur, semua personel agak terkejut. Miyya yang tidak mau dikalahkan ikut sewot. Lalu mereka diam. Pintu diketuk. Muncul Agel di pintu.
     “Um… aku mau ikut main musik. Aku bisa main terompet,” senyum Agel gugup. Melihat Akira, dia masang muka sinis.
     “Ya, kau diterima Agel. Dan oh, minggu depan kita akan ke festival ke sekolah. Kita akan nyanyi lagu… . Free Will  Kenapa kau berdiri disitu Akira? Oke, Ganbatte!” seru Arifa pulang.

     “Siap latihan?” Tanya Arifa. Dia kemudian menyari Miyya. Miyya tak ada! Arifa akkhirnya menemukan Miyya menangis.
     “Aku benci Drum! Benci! Arifa, maukah kau berganti tempat denganku?” Tanya MIyya sedih. Arifa berpikir sejenak. Dia mengangguk. Dia kemudian menyerahkan gitarnya dan mikenya pada Miyya. Mereka mencoba lagu lagi. Suara itu begitu keras. Brian yang sedang bermain gitar terganggu. Dia membuka…
     “Eh? Ada grup band?” Tanya Brian bingung. Arifa  melihatnya berhenti bermain drum. Miyya tidak bisa bermain gitar. Dia diam saja.  Arifa bermain drum dengan sangat baik. Dia penuh semangat.
     “Kenapa kau disini?” Tanya Arifa. Brian menelan ludah. Dia mengambil gitar lalu mengiringi lagu yang tadi dimainkan. Namun, Arifa cuek memainkan GO! GO! Maniac!! Yvi tersenyum,  lalu ikut memainkannya. Sophie terdiam, karena tidak tahu. Anifer tertawa ngikik ikut mengiringi. Brian agak bingung juga, tetapi lalu ikut main. Arifa berhenti. Dia lalu berpikir. Dia memainkan Fuwa Fuwa Time. Brian kali ini bingung. Yvi ikut memainkan lagunya. Anifer juga. Lalu Arifa berhenti. Dia mengambil gitarnya di tanganya Brian, memainkan lagu itu dengan lancar plus mulus. Brian menelan ludah.
     “Hah… capeknya. Enak sekali menggebuk drum dan memainkan senar. Wah, kau beruntung Miyya, kan lebih enak pakai drum. Dan kau pengganggu latihan orang!” seru Arifa menaruh stik drum di meja. Dia mengambil gitarnya.
     “Untuk kali ini, maaf Miyya. Aku mau gitarku.” Senyum Arifa. Miyya jatuh. Dia menangis.  “Aku entah kenapa malas bermain drum,”
      “Sudah. Ayo, latihan Free will,” senyum Arifa, mengambil gitarnya. Arifa menyanyi tentu saja. Agel siap dengan terompetnya. Brian malu-malu mengambil gitarnya. (Gitar biasa)
     “Aku boleh ikut kalian manggung? Ada berapa lagu?” Tanya Brian malu-malu lagi. Arifa menyipitkan mata.
     “Tiga. Fuwa Fuwa time, Free Will, sama  Yura-Yura,” senyum kecut Arifa muncul. Lalu Akira muncul di ambang pintu.
     “Lihat, Brian saja boleh, aku tidak!?” katanya marah. Arifa mengacungkn gitarnya pada Akira.
     “Heh, kau tidak berguna! Drum, kita punya MIYYA. Brian beda denganku, dia bukan elektrik gitar.” Jelas Arifa kesal. Akira menundukan wajahnya. Brian menepuk pundak Arifa.
     “TIDAK! Kau juga tidak masuk, Brian! Pergi! Agel juga! KAU TIDAK BERGUNA!” seru Yvi marah. Semua orang yang disebutkan namanya langsung keluar dari ruangan itu. Yvi kesal dengan orang yang tidak jelas asal mulanya bisa masuk ke tempat mereka.  Mereka berpandangan, lalu mulai bermain musik lagi.






“Setelah ini, ada band! Namanya.. ng…  belum ditentukan!” seru pembawa acara itu. Munculah mereka. Dengan busana rafles. Seperti gaun. Arifa menelan ludah. Dia menoleh pada Sophie. Sophie tersenyum. Arifa membunyikan gitarnya.
     “Selamat Siangg!!!! Kami dari BFFmusicMe memperkenalkan diri. Kami akan menyanyikan theme song anime.  Yura Yura!” Gitar terdengar. Arifa bernyanyi halus. Lalu diikuti Sophie, lalu Yvi, dan Anifer. Miyya menunggu, dan akhirnya dia memainkan drumnya. Suasana mewah. Lalu mereka mengakhiri lagu.
     “Haloo~! Saya Arifa, gitaris BFFmusicMe. Saya juga vokalis sementara, karena sebenarnya ingin sekali Sophie, sang pemain biola, menjadi vokalis, tetapi dia pemain biola. Lalu Yvi, sang keyboris. Lalu Miyya, Drummer. Dan Anifer, Bass. Mereka semua adalah sahabat saya. Meskipun beda latar belakang. Mereka mengenal satu sama lain karena saya. Lagu kedua… Fuwa Fuwa Time!”





“Konser kemarin seru sekali.” Senyum Miyya. Aila, manager mereka, datang pada mereka.
     “HEI! Kalian punya saingan! Lihat, BOYSmusicYo! Gitaris, Brian. Bass, Namra. Lalu, keyboard, Bryant. Lalu.. Drummer, Akira.  Dan trumpet,  Innag. Hebat, bukan? Mantap. Kalian harus mengalahkan mereka. Jadi mirip K-on! Ya” lapor Aila. Miyya mengangguk. Dia lalu melihat BMY (singkatnya) datang.
     “Ha! Kalian pasti kalah dengan kami!” Namra, si cowok nyebelin menantang mereka. Arifa mengangguk menyipitkan mata.
     “Kalian sudah sampai mana?” Tanya Brian meremehkan. Arifa kemudian mengidipkan mata. Mereka memainkan lagu Toumei Datta sekai. Mereka sempat terkagum, cuma dalam hati.
     “Huh, payah.” Umpat Namra. Arifa menatap tajam mereka. Mereka memainkan lagu DJ got us fallin’ in love again-nya usher. Namra nyanyi. BFM agak kagum. Mereka tidak mau kalah. Mereka memainkan lagu Party in the USA-nya Miley Cyrus. Lalu mereka (BMY) memainkan lagu Apologize-nya One Republic. Mau mellow-mellow-an? Oke, BFM lumayan jago. Dan mereka memainkan Back to Decembernya Taylor Swift.   
      “Kalian lumayan jago. Oke, besok para pemain musik yang sama kecuali anak kecil pemain biola dan Innag akan beradu hebat.”
     “Ya, apa maumu?” Tanya Arifa. Namra kemudian menunjuk Brian. “ Adu kepintaran gitarmu dengan Brian.”
     “Lalu?”
     “Yang kalah, tidak boleh kembali di dunia musik lagi.” Senyum Namra merekah.
     “Kita akan pentas di festival budaya. Ada voting. Yang paling banyak menang,” Arifa berjabat tangan dengan Namra. Yvi agak kurang yakin. Dia membisikan sesuatu pada Arifa.
     “Terserah kamu.”
Apa yang dibisikan Yvi?
     “Tetapi… Miyya mengharapkan tukar tempat denganku. Aku harus mengajarinya gitar dulu,” kata Arifa. Miyya menepuk bahu Arifa.
     “Tidak usah, tidak apa-apa. Aku tetap menjadi drum. Aku kurang bisa menyanyi. Kamu baik sekali,” Miyya duduk di kursi drumnya. Personel BMY keluar. Sophie menghidangkan teh dan kue. Mereka semua makan.  Arifa menggigit kue, dan menghirup tehnya. Dia kemudian duduk lelah.
     “Band kita payah,” komentar Anifer. “Yah, walaupun keren, siapa yang mau ikut pertunjukan konyol itu?”
     “Jangan begitu. Kita harus giat latihan. Nah, kita menyanyi Hotaru no Hikari, Watashi Ga Iruyo, MY love is Stapler. Lumayan, kan? Ayo!”

Diary Yvi

Halo. Hari ini lumayan asyik. Kita ditantang orang yang kusuka :P Tebak siapa? Hehe… oh, ya. Barang-barang buat hari H:
·      Keyboard
·      Handuk kecil
·      Baju ganti
·      HP
·      Um, apa lagi, ya? Cukuplah!
Oke, bye!



     “Ah, ini lirik yang kubuat. Lumayan?” Arifa menyodorkan kertas.
When it seems too dark
Can’t see anything again
So tired
Like been fired
What we’re gonna do again?
These few days just like pain
OO yeah
When the cloud hides the sun
To bright again
Oh yes, you know

We~ can!
We can do this right away
Got away the pain
Yeah we keep tryin’ again…
We Can
No failed word in my dictionary
Tryin’ Tryin
We can
     “Bagus. Kau dapat idenya dari mana?”
     “Aku kembali ke masa lalu. Disana, aku bertemu sahabatku,” cerita Arifa. “Dan itu adalah kalian,” Miyya, Anifer, Sophie, dan Yvi tertegun. Mereka lalu terharu. Mereka lalu menyentuh instrumen masing-masing. Mereka lalu memainkan lagu scenario. Yvi menyanyikannya. Arifa menangis. Dia memeluk para sahabatnya. Mereka lalu tersenyum. Aila tiba-tiba muncul.
     “Kalian ditawari manggung, lho. Di pedalaman desa sih, eh siapa yang mengetuk pintu!?” Ayitha masuk. Dia membawa bass-nya. Dia menyengir.
     “Aku mau gabung. Aku bisa bass. Hm, aku mulai main bass sejak TK.” Jelas Ayitha. Ayitha merasa asing, tetapi waktu melihat Arifa, dia memeluknya. “Aku masuk, boleh?” mereka berpandanguk. Ayitha duduk di sofa. Dia mengeluarkan bass-nya, lalu memainkan lagu. Lumayan jagoan. Lalu mengang. Mereka semua bertepuk tangan. Sesudah itu, mereka pulang.


     “Wueh, inikah yang namanya desa? Begitu terpencil dan segar! Hah, segar rasanya. Masa, kita memainkan musik pop disini? Aneh,”pikir Yvi. Dia menurunkan keyboardnya. “Emangnya ada colokan?” tiba-tiba ada pelayan. Pelayan itu segera menunduk, lalu dia menuntun mereka.
     “Tentu, nona. Anda semua akan menginap di hotel bermutu,”
     “Terima kasih, tapi kami ingin berkemah,” Anifer sungkan.
     “TIDAK BOLEH!” bentak pelayan itu. “Eh, maksud saya, dimanakah anda akan berkemah? Ng… apakah di pohon kelam?” Mereka berpandangan.
     “Sebetulnya…” Miyya menelan ludah.
     “Kami ingin menginap di dekat kolam berenang hotel ini. Sejuk.” Sela Arifa. Pelayan itu mengangguk. Arifa lalu duduk di sofa hotel.
     “Artinya jelas, kan? Orang itu tidak menginginkan kita kesana. Dan, kita akan kesana,” senyum Arifa merekah. “Orang itu begitu bodoh, tidak menyadari dia keceplosan.” Miyya setuju. Yvi juga. Sophie dan Anifer agak khawatir, tetapi kemudian ada seruan keras. Mereka menoleh. Wah, wah, Shi dan Go! Mereka berdua adalah kakak Sophie. Sophie lalu memeluk mereka. Kenapa mereka disini?
     “Oh, kita diundang untuk memainkan musik, seperti SAXOPHONE, biola, trompet, grand piano. Klasik. Bahkan, ada cello. Wuih, keren,” Go tersenyum. Kedua abang Sophie menyukai musik klasik. Beda dengan mereka yang pop.
     “Wah, hebat. Kalian akan bermalam dimana Shi? Go?” Tanya Arifa, membawa kopor besar mereka. Shi mengangkat bahu. “Ada temanku juga. Akira dan Darui. Dan Omoi. Mereka hobi musik klasik. Akira memainkan gendang. Fyuh,”
     Akira? Wah, bencana. “Bagaimana kalau bermalam di tenda? Asyik, kan! Kita bisa membeli burger dobel dan juga sup yang masih hangat. Hm, penasaran aku! Atau, di penginapan Freedom.  Disana, enak. Kita dibiarkan bebas. Enakan mana?”
     “Boleh juga,” gumam Shi.
     “Tidak, aku tidak bicara padamu. Apalagi kau membawa si-sial-Akira. Seribu kali tidak, Shi. Maaf.” Dengan berat hati Arifa bilang begitu. Shi kecewa.
     “Dan kalau kalian  mau berkemah dekat-dekat kami, yah, bisa dibilang satu kilometer keliling dekat kami, pastikan TIDAK ADA AKIRA. Kalau ada?” Arifa membunyikan peluit. Ada Jaguar tampak ganas. Arifa mengelusnya. Jaguar itu manja pada Arifa. “Mau digigit? Dia hanya baik pada personel kami!” Miyya mencoba mengelusnya, dan dia mau! Kemudian, Shi berangkat.
     “Segitu bencinya sama Akira.” Gumam Shi. Arifa pergi ke kandang kuda. Ya, dia dikirimkan kuda oleh Nana. Nana adalah penjual kuda. Kebetulan, kudanya laku keras. Dia memberikan 4 kuda pada mereka. Ada satu kudanya memang khusus Arifa. Dia sudah memesannya. Mereka naik kuda. Arifa  dengan Ayitha, membawa kereta kuda yang dibawa dua kuda. Ayitha adalah personel baru.   Kuda Arifa ikut berjalan ikatannya diikat dekat kereta kuda.   Anifer dengan Miyya. Sophie dengan Yvi. Miyya yang depan. Yvi juga di depan kudanya. Lalu mereka melaju. Jaguar mereka, juga ikut. Memang sulit dipercaya. Jaguar? Tidak mungkin!  Oh, ternyata Jaguar itu dipelihara keluarga Arifa dari belum lahir. Akhirnya mereka sampai di tempat yang super sempurna. Bukit bukit dan sungai jernih.
     “Enak sekali tempat ini. Sempurna. Ada gua pula, yang bisa melindungi kita,” komentar Miyya senang. Ayitha menaruh kopornya di gua. Ada bangku-bangkuu yang bagus. Bangku dari batu. Wah. Guanya tak terlalu dalam. Kita berkemah diluar saja. Makanan taruh di gua. Kan ada Jag!” Memang, namannya Jaglle. Semua setuju. Arifa membangun tenda yang besar, 6X5 meter besarnya. Disana, ada karpet dan sleeping bag. Ada meja dan lampu batre. Disebelahnya ada banyak batre. Dan kemudian, ditaruhlah alat-alat musik. Mereka tiduran.
     “Enak sekali. Aku tidak mau konser jadinya.” Komentar Anifer. Dia merebahkan diri. Lalu, Arifa berdiri. Dia kemudian mengajak yang mau ikut. Yvi mau. Jadilah mereka jalan-jalan dengan kuda. Mereka membawa bekal beberapa botol susu, dan biskuit. Mereka kemudian melihat pertanian. Syukurlah. Mereka segera berkuda makin cepat. Petani sedang menanam.
     “Permisi.” Yvi berkata. Petani itu menoleh. Dia tersenyum
     “Hoho… selamat datang! Mau membeli es krim? Mentega? Gula? Teh? Atau mau paket tur keliling pertanian?” sambut petani. Mereka saling menatap. “Ho… jangan malu-malu, ayolah. Nah. Kupanggil istriku. Panggil aku Paman Fred. Dan itu–nah, itu dia datang. Perkenalkan, ini istriku, Bibi Fawn,” Arifa menyalami wanita yang masih terlihat muda. Namun, katanya sudah umur 30 tahun!
     “Kami mempunyai anak, namanya Filla dan Fouson. Mungkin lagi main. Kalian akan menyukainya. Anakku yang sudah besar, Four dan Faze, sudah bekerja. Dan Faze hampir berkeluarga. Datang, ya, pestanya?” oceh Paman Fred. Mereka tertawa. Mereka disuguhkan kue, biskuit, teh, keju, roti, wah, banyak deh! Dan sisanya mereka bawa pulang. Gratis! Lalu, mereka membeli telur dan susu, serta bahan penting lainnya. Mereka juga beli piring dan gelas untuk oleh-oleh. Mereka foto-foto disitu. Lalu, mereka pulang.
     “Terima kasih jamuannya. Enak sekali. Sungguh. Lain kali kami kesini.” Pamit mereka. Mereka kembali sudah sore. Jam lima. Mereka akhirnya tiba di perkemahan. Anifer langsung memeluk mereka. Oh, ya. Jaglle tadi  ikut mereka tentu saja. Mereka lalu minum teh. Yvi dan Arifa tidak. Wah, asyiiikknya hari ini.







“Ayo, bangun. Sebentar lagi waktunya pentas, lho!” Sophie membangunkan mereka semua. Yvi membuka mata. Miyya, disusul Arifa. Ayitha sedang memasak. Anifer bangun. Mereka sarapan roti tambah telur. Dan sup. Dan sirup. Apa yang kurang? Lalu, mereka berangkat ke kota. Dua kuda tidak terpakai. Makanan kuda sudah ada 2 karung didepan mereka, begitupun airnya. Kalau lapar, tinggal aum! Mereka akan konser! Hm, kejutan yang bikin kejutan!
     “Aku agak tidak siap,” aku  Ayitha. Dia, kan dibelakang Arifa. Arifa, terus melaju di kudanya.
     “Kita, kan sudah biasa. Ayolah. Di perdesaan yang peminatnya sedikit, saja takut! Apalagi festival sekolah!” goda Arifa. Ayitha mengangguk malu. Mereka terkagum akan pemandangannya. Mereka sampai akhirnya. Arifa menaruh kudanya di salah satu stand Nana.
     “YAK! Sekarang, BFFmusicMe! Nah, itu dia!” MC mengumumkan. Arifa kaget karena banyak sekali peminatnya. Ada yang tidak beres. Pikir Arifa.
     “Halo, kami BFFmusicMe, dan akan menyanyi lagu DJ got us fallin’ love again.”  Kata Arifa. Anifer menyikut anak itu.
     “Kan dibilang, kita nyanyi jazz, kan? Hey!” bisik Anifer, memainkan bass-nya.
     “Aduh, akan kujelaskan nanti. Sekarang, shush!” balas Arifa. “DJ GOT US FALLIN IN LOVE AGAIN! Dance! “ Arifa memperhatikan mereka. Lihat. Mereka dansa persis seperti video clip-nya Usher. He? Orang desa tidak begini! Orang tuanya baru kesini kemarin, dan mengatakan orang desa itu sangat tidak modern. Arifa menghentikan gitarnya.
     “Maaf, aku harus membenarkan senar.” Arifa turun ke bawah panggung. Personil heran. Senar Arifa tidak rusak! Arifa mengambil BB-nya lalu dia menyetel video. Lalu dia taruh di kantungnya, kameranya tidak kehalang.
     “Aku siap!” seru Arifa.





“Ya, mereka aneh. Orang tuaku bilang, mereka tidak begini. Lihat, aku meng-video mereka. Sesunggunya, senarku tidak rusak. Aku curiga. Orang desa suka musik ringan, makanya aku pasang musik disco. Tapi mereka menikmatinya. Berarti, mereka bukan orang desa asli!” seru Arifa menjelaskan. Mereka manggut-manggut. Hari ini, mereka akan piknik di bukit yang sangat-sangat jauh… dan singa peliharaan Arifa juga, namanya Sing, berjaga di perkemahan. Walaupun perkemahan mereka begitu tersembunyi. Mereka lalu melaju dengan kuda. Hmm, alam segar. Ayitha, Sophie, dan Anifer memilih jalan. Miyya, Arifa dan Yvi berlomba. Mereka semangat sekali.
     “Kukira, kau payah,” Ejek Miyya pada Arifa.
     “Nantang, hah?” jawab Yvi dan Arifa serempak. Mereka berpandangan. “Jinks!”  
     “Itachi, ayo!” seru Arifa pada kudanya. Arifa suka Naruto.
     “Sasuke, Ayo!” suruh Yvi menyeringai.
     “Huaduh, kalian ini! KUda-kuda ini tidak dinamain sesuai kalian! Kecuali punya Arifa!” Miyya menjitak Yvi. “Bagaimana, Arifa? Setuju kudanya Sasuke? Bagaimanapun, kuda ini dari kau- walaupun dari Nana sebenarnya.”
     “Haha, lucu. Tidak. Tidak akan kuizinkan!” Arifa tertawa, sambil melacu Itachi. “Ah, tentu saja boleh. Untuk kuda Miyya, aku ingin namanya Jo. Dan untuk kuda di rumah, yang betina namanya Yuu, dan yang laki-laki Rei.” Mereka lalu melaju kencang, sampai di sebuah bebatuan. Bebatuan itu curam, jalannya sempit. Hanya empat jengkal. Jag datang dan berlari kencang.
     “Aman. Ayo,” Arifa memiringkan kepala. Mereka mengangguk kuat. Enak sekali berkuda.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar